-Tatkala beberapa gedung peninggalan tempo doeleo atau peninggalan kolonial Belanda di negeri tercinta ini telah tergantikan dengan rumah serta sarana perkantoran sentuhan tangan-tangan arsitektur gaya modern. Namun tidak, bagi Statsiun Kereta Api (KA) Cibatu, Kecamatan Cibatu, Kabupaten Garut. Bangunan tersebut nampak berdiri kokoh tak tergoyahkan dengan perkembangan zaman era globalisasi dewasa ini.
Adapun perbaikan/renovasi yang dilakukan, seputar penggantian warna cat dan sudut-sudut kecil yang tidak begitu berarti. Begitupun bangunan Dipo Lokomotif (tempat perbaikan dan pemeliharaan lokomotif uap). Keutuhannya masih tertata apik.
Lebih dari itu, sejak didirikan tahun 1889, kemudian diresmikan sebagai jalur transfortasi penghubung antara Stasiun Cicalengka-Cilacap, oleh Staatssspoorwegen pemilik maskapai Kereta Api kebangsaan Belanda saat itu. kemudian tahun 1926 terjadi pembukaan jalur baru penghubung stasiun Cibatu- Stasiun Cikajang. Fungsi dari gedung tetap sebagai tempat transit sarana transfortasi kebanggaan masyarakat Garut.
Namun sayang, akibat pergeseran animo masyarakat yang terjadi, terutama semenjak sarana tranfortasi dibeberapa titik perkotaan marak dibuka dengan kendaraan roda empat. Terhitung dari tahun 1967, jalur KA jurusan Cibatu - Cikajang ditutup pihak PJKA (Sekarang PT KAI-red).
Penghentian jalur itu kata Abah (82), warga kecamatan Cibatu, diperkirakan tahun 1983. “ Pokoknya sejak mobil dan jenis angkutan umum dibeberapa titik wilayah perkotaan muncul, operasi KA ke daerah itu dihentikan. Alasan utamanya mungkin karena berkurangnya masyarakat pengguna jasa angkutan kearah itu, pihak PT KAI merugi, “ terangnya seraya menambahkan jika seiring dengan itu, dipo lokomotif tidak lagi beroperasi sebagai dipo lokomotif utama, akan tetapi berubah menjadi sebagai sub dipo.
Sebagaimana diketahui, di-era kolonial Belanda, Stasiun Cibatu merupakan stasiun primadona dengan kereta uapnya “ Si Gombar “. Bahkan stasiun itupun kerap menjadi transitnya wisatawan mancanegara yang hendak berlibur ke beberapa wilayah di Kabupaten Garut.
Dalam buku Seabad Grand Hotel Preanger tahun1897-1997 yang ditulis oleh Haryoto Kunto, tercatat. Nyaris setiap hari, antara tahun 1935-1940 halaman parkir stasiun Cibatu, berjejer sesak oleh kendaraan roda empat berupa taksi dan limousine serta jenis kendaraan mewah lain milik hotel-hotel ternama di Kabupaten Garut. Diantaranya Hotel Papandayan, Vila Dolce, Hotel Belebedre, Hotel Van Hengel, Hotel Bagendit, Villa Pautine, dan Hotel Grand Ngamplang. Dimana saat itu, daerah Garut dengan kondisi alamnya yang indah merupakan daerah pavorite para wisatawan dari berbagai belahan penjuru dunia.
Bahkan di tahun 1927, komedian legendaris Charlie Chaplin, sempat menginjakan kakinya di stasiun Cibatu. Saat itu, Charlie Chaplin bersama Artis Mary Pickford dalam perjalanan liburan ke beberapa obyek wisata kabupaten Garut.
Selain itu, tokoh ternama lain yang sempat singgah di stasiun Cibatu, Georges Clemenceau, pendiri koran LA Justice (1880), L’Aurore (1897), dan L’homme Libre pada tahun 1913, sekaligus penulis politik terkemuka. Dimana Clemenceau, sendiri pernah menjadi perdana menteri Prancis selama dua periode, yakni antara tahun 1906-1909 dan tahun 1917-1920.
Buku itupun mencatat, tidak saja tokoh manca negera. Pasca kemerdakaan Republik Indonesia yakni tahun 1946, beberapa tokoh nasional termasuk Presiden pertama, Ir. Soekarno pun sempat berkunjung ke stasiun Cibatu. Dalam rangkaian perjalanan menggunakan KA luar bisa melalui jalur selatan, beliau sempat singgah stasiun - stasiun kecil, termasuk stasiun Cibatu untuk memberikan pidato kenegaraan dibeberapa wilayah yang dilewatinya.
Secara geografis, stasiun Cibatu berada persis di ketinggian daratan 612 meter juga merupakan satu-satunya sarana transit KA yang masih beroperasi di daerah Garut.
Seiring dengan perkembangan jaman Satsiun Cibatu juga menjadi sebuah Stasiun yang menghubungkan beberapa provinsi di Indonesia. Namun hingga saat ini pemerintah Kabupaten Garut sendiri, belum mampu mengupayakan agar seluruh KA dari berbagai jurusan bisa berhenti di stasiun Cibatu. Belakangan malah muncul rencana, pihak PT KAI tidak akan menghentikan KA dari semua jurusan, kecuali KA arah Cibatu – Purwakarta.
Berbeda semasa Bupati terdahulu, H. Agus Supriadi, berencana Stasiun Cibatu, dijadikan Stasiun terbesar se-Priangan Timur. Artinya, semua kereta api mesti berhenti di stasiun tersebut.
0 komentar:
Posting Komentar