.

Advertisement (468 x 60px )

Senin, 04 November 2013

Tak Ada Jaminan Incumbent Kembali Menjadi Anggota DPRD




Oleh: Bambang Fouristian
Jelang Pileg (Pemilihan Legislatif) periode 2014-2019, Parpol (Partai Politik) peserta Pemilu sudah mulai melakukan rekruitmen Caleg (Calon Legislatif). Namun sangat disayangkan, sistem rekruitmennya sangat minim idiologi. Para pengurus Parpol lebih mengutamakan popularitas yang tak memiliki pendidikan politik.
Pola rekruitmen asal-asalan terjadi juga di Kab. Garut. Dampak negatif, hal tersebut dapat dilihat dari rendahnya kepekaan para anggota DPRD periode 2009-2014 terhadap masalah yang terjadi di masyarakat.
Kini, momentum Pilbup (Pemilihan Bupati) periode 2014-2019, dipakai ajang penciteraan dan tebar pesona para Calon Legislatif dari seluruh Parpol pengusung maupun pendukung.
Baik itu incumbent maupun wajah-wajah baru yang siap meramaikan dan bertarung untuk  memperebutkan 50 buah kursi yang tersedia di gedung rakyat Garut.
Berkaca pada Pileg periode 2009-2014, sebanyak 60% diduduki wajah-wajah baru. Begitupun pada Pileg 2014-2019, tak ada jaminan incumbent bisa duduk kembali menjadi anggota DPRD.
Tinggal bagaimana cara mereka bisa kembali meraih simpatik calon pemilih (masyarakat) yang nota bene kurang percaya karena janji-janji mereka saat kampanye banyak yang tidak terpenuhi. Artinya, mereka hanya mementingkan kepentingan pribadi dan kelompoknya saja.
Momen tersebut tentu saja dimanfaatkan oleh para pendatang baru melalui pertemuan-pertemuan dengan para tokoh sekaligus menemui secara langsung kepada calon pemilih.
Disini, masyarakat dituntut piawai dalam menentukan calon DPRD yang benar-benar pro rakyat. Jangan tergiur politik transaksional yang hanya untuk kepentingan sesaat saja.
Strategi Parpol dan Caleg
Kompetisi antar Partai Politik (Parpol) dan Calon Legislatif (Caleg) akan semakin panas dan ketat untuk merebutkan kembali suara rakyat di-tengah kecenderungan apatisme politik dan golput. Terlebih apabila muncul berbagai produk kompetitif berupa konsep, program solutif serta gagasan unik yang ditawarkan oleh rival-rival parpol atau caleg lainnya.
Karenanya dibutuhkan sebuah strategi yang baik dalam berkampanye berupa Strategi Pemasaran. Dulu dikenal dengan istilah marketing yakni produk sebagai raja. Salah satu ciri dari era ini adalah terjadinya komunikasi hanya satu arah. Artinya, masyarakat tidak diberi ruang untuk komentar atau memberi tanggapan. Dengan cara membagi-bagi brosur kepada calon pemilih.
Sementara itu di era teknologi komunikasi strategi itu Nampak sudah tak berlaku. Karena masyarakat mulai jenuh dengan banjirnya brosur dan iklan dimana-mana. Lalu, internet  telah merubah perilaku pasar menjadi horizontal, yang dulu sangat percaya dengan brosur, sekarang di era teknologi mereka juga butuh “ komentar.” Dikenal dengan sebutan masyarakat sebagai raja.
Salah satu ciri dari era ini adalah terjadinya komunikasi dua arah, konsumen diberi ruang untuk memberikan komentar/ tanggapan demi kepuasan dan kesetiaan.
Untuk itu, Parpol dan Caleg jangan selalu berfikir bisa meraih perolehan suara dalam skala besar. Tapi, berusaha menggarap kantong-kantong suara yang selama ini belum tersentuh. Seperti, calon pemilih yang berada di perumahan menengah dan elit.
Alasannya, bisa jadi mereka tidak terlibat (apatis) dan ketidaktahuan akan Parpol/Caleg mana yang akan mereka pilih. Untuk orang seperti ini, hanya perlu mendidik mereka dan berdialog serta tim sukses atau kader partai bisa melakukan dari mulut ke mulut (Word of Mouth) untuk menanamkan imej yang baik kepada masyarakat tentang Parpol/Caleg yang diusung.

Share on :

0 komentar:

Posting Komentar

 
© Copyright Koran BOM Garut 2011 - Some rights reserved | Powered by Blogger.com.
Template Design by Black Burn | Published by OiziQ Cyber