proses Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) poto. net
Catatan: BAMBANG FOURISTIAN
Guru adalah pendidik dan pengajar pada Pendidikan
Anak Usia Dini (Paud). Baik itu, pendidikan
formal, pendidikan dasar dan pendidikan menengah. Karenanya mesti mempunyai
semacam kualifikasi formal. Dalam definisi yang lebih luas, setiap orang yang
mengajarkan suatu hal yang baru dapat juga dianggap seorang guru.
Dalam agama Hindu, merupakan simbol bagi suatu
tempat suci yang berisi ilmu (vidya) dan juga pembagi ilmu. Seorang guru
adalah pemandu spiritual/kejiwaan murid-muridnya. Ajaran Buddha, orang yang
memandu muridnya dalam jalan menuju kebenaran. Bagi murid-muridnya sebagai
jelmaan Buddha atau Bodhisattva.
Lalu agama Sikh, memiliki makna yang mirip dengan
agama Hindu dan Buddha. Tapi posisinya lebih penting lagi, karena salah satu
inti ajaran agama Sikh adalah kepercayaan terhadap ajaran Sepuluh Guru Sikh. Artinya,
hanya ada sepuluh guru dalam agama Sikh dan Guru pertama, Guru Nanak Dev adalah
pendiri agama ini.
Orang India, China, Mesir dan Israel seorang guru
sangat dihormati, terkenal di masyarakat serta menganggap guru sebagai
pembimbing untuk mendapat keselamatan dan dihormati bahkan lebih dari orang tua
mereka
Di Indonesia, secara formal, guru merupakan
seorang pengajar di Sekolah Negeri ataupun swasta yang memiliki kemampuan. Minimal
berstatus sarjana dan telah memiliki ketetapan hukum yang syah sebagai guru
berdasarkan undang-undang guru dan dosen yang berlaku (guru tetap dan honorer).
Guru yang telah memiliki status minimal sebagai Calon
Pegawai Negeri Sipil (CPNS) dan telah ditugaskan di sekolah tertentu sebagai
instansi induknya. Selaku guru di sekolah swasta, dinyatakan Guru Tetap (GT).
Itupun jika telah memiliki kewewenangan khusus yang tetap untuk mengajar
disuatu Yayasan tertentu yang telah diakreditasi oleh pihak terkait.
Guru Tidak Tetap (GTT)/honorer yang belum berstatus minimal sebagai CPNS, mendapat
gaji per jam pelajaran. Bahkan, mereka kerap kali digaji secara sukarela atau
mendapat bayaran dibawah gaji minimum yang telah ditetapkan secara resmi.
Secara kasat mata, GT dan GTT nampak tak jauh
berbeda. Betapa tidak, mereka sama-sama mengenakan pakaian/seragam Pegawai
Negeri Sipil (PNS). Hal tersebut tentu saja menyalahi aturan yang telah
ditetapkan Pemerintah. Secara fakta, mereka berstatus pengangguran terselubung.
Para tenaga pendidik honorer pada umumnya, hanya menunggu waktu lulus tes Calon
Pegawai Negeri Sipil formasi umum.
Kita kerap menjumpai tenaga honorer “ siluman.” Betapa
tidak, pengangkatan CPNS nya dengan prosedur yang menyalahi ketentuan hukum
yang berlaku. Diantaranya, rekayasa masa kerja, basic pekerjaannya tidak sesuai
dengan latar belakang pendidikan yang mereka miliki. Bahkan, ada yang
mengandalkan surat keputusan dari orang yang tidak memiliki kewenangan yang
benar dan tepat berdasarkan undang-undang yang berlaku.
Secara umum, guru memiliki Tugas, Pokok dan Fungsi
(Tupoksi). Diantaranya, membuat
Program Pengajaran Analisa Materi Pelajaran (AMP), Program Tahunan (Prota), Program
Satuan Pelajaran (SP), Program Rencana Pengajaran (RP), Lembar Kegiatan Siswa
(LKS), Melaksanakan kegiatan pembelajaran, Meningkatkan Penguasaan materi
pelajaran yang menjadi tanggung-jawabnya.
Memilih
metode yang tepat untuk menyampaikan materi, Melaksanakan KBM, Menganalisa
hasil evaluasi KBM, Mengadakan pemeriksaan, pemeliharaan, dan pengawasan ketertiban,
keamanan, kebersihan, keindahan, dan kekeluargaan, Melaksanakan kegiatan
penilaian (semester/tahun), Meneliti daftar hadir siswa sebelum memulai
pelajaran, Membuat dan menyusun lembar kerja (Job Sheet), membuat catatan
tentang kemajuan hasil belajar masing-masing siswa, mengikuti perkembangan
kurikulum serta mengumpulkan dan menghitung angka kredit untuk kenaikan pangkatnya.
Buah Simalakama
Menghadapi
era globalisasi, kini para pelaku pendidik dihadapkan pada permasalahan berat.
Bagaimana tidak, berbagai tunjangan mereka terima. Tentu saja bertujuan untuk
lebih meningkatkan kualitas pendidikan bagi seluruh murid di zaman yang serba
modern.
Ruang gerak dalam mendidik mereka mesti diimbangi dengan
Undang-Undang (UU) Perlindungan Anak. Dalam Bab 1 pasal 3 disebutkan, perlindungan anak bertujuan untuk
menjamin terpenuhinya hak-hak anak agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan
berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan,
serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi, demi terwujudnya
anak Indonesia yang berkualitas, berakhlak mulia, dan sejahtera.
Selanjutnya, Bab
XII Pasal 77 menerangkan, setiap orang yang dengan sengaja melakukan tindakan, diskriminasi
terhadap anak yang mengakibatkan anak mengalami kerugian, baik materil maupun
moril sehingga menghambat fungsi sosialnya; atau penelantaran terhadap anak
yang mengakibatkan anak mengalami sakit atau penderitaan, baik fisik, mental,
maupun sosial, dikenakan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau
denda paling banyak Rp.100.000.000 (seratus juta rupiah).
Karena hal
tersebut, dewasa ini posisi para pengajar bagaikan makan buah simalakama. Disisi
lain mesti mencetak generasi bangsa yang handal ditengah-tengah kemajuan jaman
tanpa mengkesampingkan UU Perlindungan Anak.
Keluar Koridor
Sayangnya, kebijakan
Pemerintah Pusat dalam pengalokasian APBN bagi kualitas pendidikan belum
seluruhnya terimplementasi. Salah satu contohnya, masih banyak tenaga pendidik
yang mangkir kerja dan melakukan perbuatan tak senonoh terhadap anak didiknya.
Hal itu tentu saja berbenturan dengan Peraturan Pemerintah (PP) No. 53 Tahun
2010 tentang disiplin Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan UU Perlindungan Anak.
Dalam Pasal 4 diantaranya
disebutkan, setiap PNS dilarang menyalahgunakan wewenang, menjadi perantara
untuk mendapatkan keuntungan pribadi dan/atau orang lain dengan menggunakan
kewenangan orang lain, tanpa izin Pemerintah menjadi pegawai atau bekerja untuk
negara lain dan/atau lembaga atau organisasi internasional, bekerja pada
perusahaan asing, konsultan asing atau lembaga swadaya masyarakat asing.
Memiliki,
menjual, membeli, menggadaikan, menyewakan, atau meminjamkan barang-barang
baik bergerak
atau tidak bergerak, dokumen atau surat berharga milik negara secara tidak sah,
melakukan kegiatan bersama dengan atasan, teman sejawat, bawahan, atau orang
lain di dalam
maupun di luar
lingkungan kerjanya dengan tujuan untuk keuntungan pribadi, golongan, atau
pihak lain, yang secara langsung atau tidak langsung merugikan Negara.
Memberi atau
menyanggupi akan memberi sesuatu kepada siapapun baik secara langsung atau
tidak langsung dan dengan dalih apapun untuk diangkat dalam jabatan, menerima
hadiah atau suatu pemberian apa saja dari siapapun juga yang berhubungan dengan
jabatan dan/atau pekerjaannya, bertindak sewenang-wenang terhadap bawahannya.
(Penulis
adalah wartawan Koran BOM Kabupaten Garut).-
0 komentar:
Posting Komentar