.

Advertisement (468 x 60px )

Kamis, 19 Januari 2012

Selayang Pandang Tupoksi Seorang Guru (Tenaga Pendidik)

proses Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) poto. net
Catatan: BAMBANG FOURISTIAN
Guru adalah pendidik dan pengajar pada Pendidikan Anak Usia Dini (Paud). Baik itu,  pendidikan formal, pendidikan dasar dan pendidikan menengah. Karenanya mesti mempunyai semacam kualifikasi formal. Dalam definisi yang lebih luas, setiap orang yang mengajarkan suatu hal yang baru dapat juga dianggap seorang guru.
Dalam agama Hindu, merupakan simbol bagi suatu tempat suci yang berisi ilmu (vidya) dan juga pembagi ilmu. Seorang guru adalah pemandu spiritual/kejiwaan murid-muridnya. Ajaran Buddha, orang yang memandu muridnya dalam jalan menuju kebenaran. Bagi murid-muridnya sebagai jelmaan Buddha atau Bodhisattva.
Lalu agama Sikh, memiliki makna yang mirip dengan agama Hindu dan Buddha. Tapi posisinya lebih penting lagi, karena salah satu inti ajaran agama Sikh adalah kepercayaan terhadap ajaran Sepuluh Guru Sikh. Artinya, hanya ada sepuluh guru dalam agama Sikh dan Guru pertama, Guru Nanak Dev adalah pendiri agama ini.
Orang India, China, Mesir dan Israel seorang guru sangat dihormati, terkenal di masyarakat serta menganggap guru sebagai pembimbing untuk mendapat keselamatan dan dihormati bahkan lebih dari orang tua mereka
Di Indonesia, secara formal, guru merupakan seorang pengajar di Sekolah Negeri ataupun swasta yang memiliki kemampuan. Minimal berstatus sarjana dan telah memiliki ketetapan hukum yang syah sebagai guru berdasarkan undang-undang guru dan dosen yang berlaku (guru tetap dan honorer).
Guru yang telah memiliki status minimal sebagai Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) dan telah ditugaskan di sekolah tertentu sebagai instansi induknya. Selaku guru di sekolah swasta, dinyatakan Guru Tetap (GT). Itupun jika telah memiliki kewewenangan khusus yang tetap untuk mengajar disuatu Yayasan tertentu yang telah diakreditasi oleh pihak terkait.
Guru Tidak Tetap (GTT)/honorer  yang belum berstatus minimal sebagai CPNS, mendapat gaji per jam pelajaran. Bahkan, mereka kerap kali digaji secara sukarela atau mendapat bayaran dibawah gaji minimum yang telah ditetapkan secara resmi.
Secara kasat mata, GT dan GTT nampak tak jauh berbeda. Betapa tidak, mereka sama-sama mengenakan pakaian/seragam Pegawai Negeri Sipil (PNS). Hal tersebut tentu saja menyalahi aturan yang telah ditetapkan Pemerintah. Secara fakta, mereka berstatus pengangguran terselubung. Para tenaga pendidik honorer pada umumnya, hanya menunggu waktu lulus tes Calon Pegawai Negeri Sipil formasi umum.
Kita kerap menjumpai tenaga honorer “ siluman.” Betapa tidak, pengangkatan CPNS nya dengan prosedur yang menyalahi ketentuan hukum yang berlaku. Diantaranya, rekayasa masa kerja, basic pekerjaannya tidak sesuai dengan latar belakang pendidikan yang mereka miliki. Bahkan, ada yang mengandalkan surat keputusan dari orang yang tidak memiliki kewenangan yang benar dan tepat berdasarkan undang-undang yang berlaku.
Secara umum, guru memiliki Tugas, Pokok dan Fungsi (Tupoksi). Diantaranya, membuat Program Pengajaran Analisa Materi Pelajaran (AMP), Program Tahunan (Prota), Program Satuan Pelajaran (SP), Program Rencana Pengajaran (RP), Lembar Kegiatan Siswa (LKS), Melaksanakan kegiatan pembelajaran, Meningkatkan Penguasaan materi pelajaran yang menjadi tanggung-jawabnya.
Memilih metode yang tepat untuk menyampaikan materi, Melaksanakan KBM, Menganalisa hasil evaluasi KBM, Mengadakan pemeriksaan, pemeliharaan, dan pengawasan ketertiban, keamanan, kebersihan, keindahan, dan kekeluargaan, Melaksanakan kegiatan penilaian (semester/tahun), Meneliti daftar hadir siswa sebelum memulai pelajaran, Membuat dan menyusun lembar kerja (Job Sheet), membuat catatan tentang kemajuan hasil belajar masing-masing siswa, mengikuti perkembangan kurikulum serta mengumpulkan dan menghitung angka kredit untuk kenaikan pangkatnya.
Buah Simalakama
Menghadapi era globalisasi, kini para pelaku pendidik dihadapkan pada permasalahan berat. Bagaimana tidak, berbagai tunjangan mereka terima. Tentu saja bertujuan untuk lebih meningkatkan kualitas pendidikan bagi seluruh murid di zaman yang serba modern.
Ruang gerak dalam mendidik mereka mesti diimbangi dengan Undang-Undang (UU) Perlindungan Anak. Dalam Bab 1 pasal 3 disebutkan,  perlindungan anak bertujuan untuk menjamin terpenuhinya hak-hak anak agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi, demi terwujudnya anak Indonesia yang berkualitas, berakhlak mulia, dan sejahtera.

Selanjutnya, Bab XII Pasal 77 menerangkan, setiap orang yang dengan sengaja melakukan tindakan, diskriminasi terhadap anak yang mengakibatkan anak mengalami kerugian, baik materil maupun moril sehingga menghambat fungsi sosialnya; atau penelantaran terhadap anak yang mengakibatkan anak mengalami sakit atau penderitaan, baik fisik, mental, maupun sosial, dikenakan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp.100.000.000 (seratus juta rupiah).

Karena hal tersebut, dewasa ini posisi para pengajar bagaikan makan buah simalakama. Disisi lain mesti mencetak generasi bangsa yang handal ditengah-tengah kemajuan jaman tanpa mengkesampingkan UU Perlindungan Anak.

Keluar Koridor

Sayangnya, kebijakan Pemerintah Pusat dalam pengalokasian APBN bagi kualitas pendidikan belum seluruhnya terimplementasi. Salah satu contohnya, masih banyak tenaga pendidik yang mangkir kerja dan melakukan perbuatan tak senonoh terhadap anak didiknya. Hal itu tentu saja berbenturan dengan Peraturan Pemerintah (PP) No. 53 Tahun 2010 tentang disiplin Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan UU Perlindungan Anak.

Dalam Pasal 4 diantaranya disebutkan, setiap PNS dilarang menyalahgunakan wewenang, menjadi perantara untuk mendapatkan keuntungan pribadi dan/atau orang lain dengan menggunakan kewenangan orang lain, tanpa izin Pemerintah menjadi pegawai atau bekerja untuk negara lain dan/atau lembaga atau organisasi internasional, bekerja pada perusahaan asing, konsultan asing atau lembaga swadaya masyarakat asing.

Memiliki, menjual, membeli, menggadaikan, menyewakan, atau meminjamkan barang-barang
baik bergerak atau tidak bergerak, dokumen atau surat berharga milik negara secara tidak sah, melakukan kegiatan bersama dengan atasan, teman sejawat, bawahan, atau orang lain di dalam
maupun di luar lingkungan kerjanya dengan tujuan untuk keuntungan pribadi, golongan, atau pihak lain, yang secara langsung atau tidak langsung merugikan Negara.

Memberi atau menyanggupi akan memberi sesuatu kepada siapapun baik secara langsung atau tidak langsung dan dengan dalih apapun untuk diangkat dalam jabatan, menerima hadiah atau suatu pemberian apa saja dari siapapun juga yang berhubungan dengan jabatan dan/atau pekerjaannya, bertindak sewenang-wenang terhadap bawahannya.
(Penulis adalah wartawan Koran BOM Kabupaten Garut).-
Share on :

0 komentar:

Posting Komentar

 
© Copyright Koran BOM Garut 2011 - Some rights reserved | Powered by Blogger.com.
Template Design by Black Burn | Published by OiziQ Cyber