kiri, Tatan Asmara, Kades Kertajaya, poto bersama para penggerak kesenian tradisional
(poto: bambang fouristian)
GARUT/KORAN BOM
KESENIAN tradisional
Surak Ibra berdiri Tahun 1920 di Desa Kertajaya, Kecamatan Cibatu, Kabupaten
Garut. Seni buhun sunda tersebut merupakan penggabungan dari tiga buah
kesenian. Yakni, seni Catrik, Badeng dan seni Beluk, menggunakan gamelan berupa
dog-dog, kendang dan terompet.
Nama Surak Ibra itu
sendiri diambil dari nama pendirinya, abah Ibra, seorang jawara warga Kampung
Babakan Panjang, RW. 14, Desa setempat. Konon kabarnya, dibuat untuk mengisi di
acara khitanan atau lahiran isteri-isteri demang atau bupati.
Kepala Desa Kertajaya,
Tatan Asmara, SHI membenarkannya. Menurut dia, seni Surak Ibra pertama kali
tampil pada Tahun 1928. Saat itu, Rd. Prabu Wangsa Kusumah II, Bupati pertama
Bl. Limbangan, mengundangnya pada acara syukuran khitanan putera Bupati.
Sebagai timbal balik,
orang nomor satu di Limbangan itu memberikan sebuah cindera mata atau hadiah berupa
bokor yang terbuat dari kuningan dan sebuah batu. Tahun 1931, diundang Rd.
Intra Praja, salah seorang Demang asal Tasikmalaya yang mengkhitan anaknya dan
diberi hadiah sebuah batu yang menyerupai gigi petir (huntu gelap-red).
Tahun 1932, kembali
tampil di Kandangwesi-Pameungpeuk atas undangan Rd. Kiayi Abdullah putera Dalem
Boncel. “ Ketiga barang pemberian bupati/demang tersebut mengandung unsur magic.
Keberadaannya masih ada di daerah Cinunuk, Kecamatan Wanaraja di pak Encur,
salah satu putera pendiri Surak Ibra,” tandas Tatan.
Ditambahkan Kades,
sebelum pelaksanaan mesti dilakukan ritual terlebih dulu di rumah sesepuh selama
3 hari 3 malam dan menyediakan sebanyak 100 jenis buah-buahan dan 100 jenis
rujak.
Di malam pertama,
sesepuh menyebar undangan kepada para leluhur (roh), lalu malam keduanya
pemutusan undangan dan terakhir pemurnian pelaksanaan. Selain itu, berdo’a di
makam abah Ibra. “ Setelah semuanya terpenuhi, baru acara pagelaran bisa
dilakukan,” katanya.
Hal senada dikatakan Endut
Suryadi, penggerak Surak Ibra yang juga selaku pimpinan Pencak Silat Gajah
Putih Cabang Cibatu. Saat acara tengah digelar, para pelaku Surak Ibra
ketitisan/kerasukan arwan (roh) leluhur mereka. Setelah itu diobati oleh
sesepuh.
Kini, kesenian
tradisonal Surak Ibra dipimpin oleh Tasdik, generasi ke-empat putera Abah Ibra.
Namun sangat disayangkan, hingga saat ini, pihak pemerintah sama sekali tak
peduli atas keberadaan kesenian buhun asli kota Cibatu tersebut. BAMBANG
FOURISTIAN,-
0 komentar:
Posting Komentar