.

Advertisement (468 x 60px )

Sabtu, 01 Oktober 2011

Hama Tikus Serang Peswahan Warga

DEWASA ini, hama tikus tengah menyerang pesawahan masyarakat Kabupaten Garut. Karenanya, warga setempat melakukan pemberantasan  tikus dengan cara Fumigasi (pengasapan) yang difokuskan pada lubang tikus. Gerakan tersebut dihadiri Bupati, Aceng HM Fikri, S.Ag, belum lama ini.
H. Tatang Hidayat,  Kadis Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Garut, mengatakan, binatang penegerat itu mampu berkembang biak dengan cepat. Artinya, sepasang tikus bisa melahirkan keturunan hingga tiga pasang (enam anak) dalam satu kali kelahiran.
Dalam jangka waktu tiga bulan, induk tikus kembali melahirkan anak dalam jumlah yang sama. Dengan demikian, tikus betina itu sanggup beranak pinak hingga 2.048 ekor/tahun. Tikus juga mengganggu tanaman padi mulai akar, batang, daun hingga buah.
Di Katakan H. Tatang, hama tikus mengganggu tanaman padi 900 hingga 1.200 hektar/tahun, sehingga mengakibatkan kehilangan produksi sekitar 450 ton per musim. Jika ditotalkan dalam satu tahun, serangan hama tikus mencapai sekitar 2.750 hektare yang mengakibatkan kerugian antara Rp 1,3 miliar-Rp 1,7 miliar.
Menurutnya, Kecamatan Cisurupan, Bayongbong, Samarang, Cibatu, Bl. Limbangan, Leles, dan Kecamatan Kadungora  merupakan salah satu wilayah endemis tikus.
Ganasnya tikus dalam menyerang tanaman padi sehingga mengancam ketahanan pangan, membuat Bupati Garut merasa geram. Orang nomor satu di Kab. Garut itu pun menjanjikan imbalan berupa uang tunai bagi petani yang berhasil menangkap tikus. Hasil tangkapan itu dihargai Rp 5.000 per ekor.
Hadiah ini juga sebagai bentuk penghargaan kepada para petani berkaitan dengan peringatan Hari Tani dan Hari Agraria Nasional. Bupati juga memberikan gelar petani sebagai pejuang pangan. 
Kasi Perlindungan Tanaman dan Perbenihan Holtikultura Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Holtikultura Kab. Garut, Endang Junaedi mengatakan, produksi padi musim ini mengalami penurunan hingga 436.765 ton.
Hal ini disebabkan banyak lahan pertanian yang mengalami gagal tanam dan gagal panen, akibat kurangnya pasokan air dan kekeringan sehingga berdampak pada kerugian sekitar Rp 1,5 miliar.
Area persawahan yang rusak akibat kekeringan terdapat di 178 desa dari 33 kecamatan. Kerusakan dibagi menjadi beberapa kategori, rusak ringan dengan tingkat kerusakan di bawah 25% melanda 457 hektare.
Rusak sedang dengan tingkat kerusakan di atas 50% melanda 391 hektare, dan kategori rusak berat dengan tingkat kerusakan mencapai 75% melanda sekitar 267 hektare. Sedangkan yang mengalami puso dengan tingkat kerusakan mencapai 100% seluas 146 hektare, serta area yang terancam seluas 1.679 hektare.
Untuk membantu para petani yang menderita kerugian akibat gagal panen atau puso, saat ini Pemkab Garut tengah menyiapkan bantuan sebesar Rp 3,7 juta/hektare. Menurut data, hingga pekan pertama bulan September area persawahan yang mengalami puso seluas 146 hektare.
Berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian No. 36 Tahun 2011 tentang Pedoman Penanggulangan Padi Puso, kriteria padi puso di antaranya sudah berumur 30 hari dengan tingkat kerusakan di atas 75%.
Namun untuk mendapatkan bantuan para petani terlebih dulu harus menjadi anggota kelompok tani. Sebab prosedur penyaluran bantuan diawali dengan pengajuan proposal oleh kelompok tani dilengkapi nama anggota dan lokasi area persawahannya.
Proposal tersebut ditujukan kepada Pemkab Garut untuk direkap dan selanjutnya diajukan ke Pemprov Jabar hingga pemerintah pusat. Cepat lambatnya pengucuran dana bantuan tergantung kesigapan kelompok tani dan para petugas di lapangan dalam mempersiapkan proposal.
Kendati musim ini Kab. Garut mengalami kerugian akibat gagal panen, Endang tetap optimistis persediaan beras hingga akhir 2011 relatif aman. Tercukupinya kebutuhan itu dikarenakan pada tahun 2010 lalu produksi padi mengalami surplus hingga 255.970 ton.
Begitupun dengan persediaan beras di Kab. Garut. Dari 510.502 ton yang tersedia, hanya digunakan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat sebanyak 254.532 ton. Dengan demikian, persediaan beras itu masih tersisa sebanyak 255.970 ton.
Ribuan Petani Tak Bisa Bercocok Tanam
KEMARAU panjang merupakan permasalahan serius bagi masyarakat dan petani yang memiliki areal pesawahan tadah hujan. Betapa tidak, mereka kesulitan mendapatkan air bersih dan lahan garapannya sudah langganan tak produktif (gamlung-red).
Hal tersebut dialami ribuan warga Desa Padasuka, Kecamatan Cibatu, Kabupaten Garut, saat  ini kesulitan mendapatkan air bersih air bersih. Musim kemarau panjang juga menyebabkan lahan pertanian mereka tak bisa ditanami. Akibatnya, para petani merugi. Konon, mereka banting setir mencari nafkah ke kota kp.nagrog dan kp. cikarees -kota besar.
Menurut keterangan warga kampung Nagrog dan Cikarees, yang berhasil ditemui KORAN BOM mengatakan, areal pesawah tadah hujan milik mereka tak bisa ditanami. Karenanya,  berharap Mega proyek irigasi Copong segera direalisasi secepatnya. Kalau tidak, selamanya warga menderita.
Untuk meminimalisir kerugian yang lebih besar, mayoritas para petani memanen tanaman padi sebelum waktunya, kata H. O. Munawar, Kades Padasuka menambahkan, Musim Tanam (MT) 2011, tanaman padi yang mengalami gagal panen (puso) seluas 38 ha.
Sementara di wilayah Desa Karyamukti, Kecamatan Cibatu juga mengalami hal serupa. Agus Safari, Kades setempat mengatakan, sekitar 25 ha di daerahnya alami kekeringan lahan.
“ Wilayah kami merupakan daerah tadah hujan. Akibatnya, ratusan hektar tak bisa ditanami. Petani banting setir pergi ke kota untuk mencari nafkah,” tandas Agus Safari saat dihubungi melalui pesawat genggamnya.
Share on :

0 komentar:

Posting Komentar

 
© Copyright Koran BOM Garut 2011 - Some rights reserved | Powered by Blogger.com.
Template Design by Black Burn | Published by OiziQ Cyber